Monday 14th October 2024
Durbar Marg, Kathmandu

Hari hari Ain Husniza Saiful Nizam (17) berubah total. Dari seorang siswa biasa biasa saja, ia menjadi tokoh gerakan nasional melawan pelecehan di sekolah di Malaysia. Remaja ini mulai dengan menyinggung insiden seorang guru yang diduga bercanda tentang pemerkosaan melalui klip di TikTok. Videonya viral. Ribuan siswa menanggapi dengan berbagi pengalaman mengerikan mereka tentang pelecehan verbal dan fisik.

Tanggapan netizen ini mengilhami Ain untuk mengkampanyekan tagar #MakeSchoolASaferPlace, gerakan menjadikan sekolah sebagai tempat yang aman. Rupanya jalannya tak mulus. Bukan Cuma dukungan massal yang ia dapat, tetapi juga kritikan dan ancaman dari mereka yang tak sepaham dengannya, tentunya via media sosial. Bahkan ia pernah mendapat ancaman akan diperkosa dan akan diusir. "Ketika saya membicarakannya, begitu banyak kebencian terhadap saya dan saya tidak tahu mengapa," katanya kepada AFP.

"(Gerakan) Itu hanya membuat sekolah menjadi tempat yang lebih aman. Apa yang perlu diperdebatkan tentang itu?,” katanya. Tetapi Ain tetap teguh. Kritikan dan ancaman hanya memperkuat tekadnya untuk memerangi apa yang dia yakini sebagai perlakuan buruk yang meluas terhadap anak perempuan dalam sistem pendidikan Malaysia. "Kita tidak bisa membiarkan siklus pelecehan ini berlanjut di sekolah kita,” ujarnya.

Ain merekam TikToknya, yang sekarang ditonton lebih dari 1,8 juta kali, bulan April lalu setelah ia terkaget kaget sewaktu seorang guru pendidikan jasmani membuat lelucon di kelasnya. Dikatakannya, semula semua tampak normal saja. Pak Guru dan siswa siswi membahas bagaimana mencegah pelecehan. Tapi guru itu kemudian menyinggung bahwa ada undang undang yang melindungi anak di bawah umur dari pelecehan seksual. Jadi, jika anak lelaki ingin melakukan pemerkosaan incar saja wanita di atas usia 18 tahun, ujar guru tersebut.

"Dia benar benar mengatakan itu, dan murid perempaun pada diam," katanya dalam klip itu. "Tapi anak laki laki itu, oh mereka tertawa seperti lelucon yang lucu, tentang memerkosa seseorang,” katanya. Tanggapan terhadap video Ain sungguh cepat. Netizen pun berbagi pengalaman serupa dan para aktivis memuji Ain yang mau berbicara. Klip itu sungguh membuat marah, katanya, “karena pelecehan terjadi pada murid murid di seluruh Malaysia.”

"Ini membuktikan bahwa ini bukan hanya tentang satu guru, ini tentang keseluruhan sistem pendidikan,” kata Ain. Kelompok masyarakat sipil mengatakan pelecehan di sekolah adalah masalah lama, mulai dari pelecehan fisik dan verbal hingga yang lebih serius lagi, seperti pemeriksaan fisik apakah seorang siswi Muslim sedang menstruasi. Murid perempuan di sekolah sekolah Islam di negara berpenduduk mayoritas Muslim itu diizinkan untuk tidak ikut sesi salat setiap hari jika mereka sedang menstruasi.

Masyarakat Aksi Seluruh Perempuan (All Women's Action Society AWAM) mengatakan video Ain muncul di saat kekhawatiran tentang pelecehan di sekolah sudah berkembang. Video itu membuktikan masalah ini harus dibahas di tingkat nasional. Direktur Eksekutif AWAM, Nisha Sabanayagam, mengatakan insiden itu cukup keterlaluan sehingga menjadi perhatian orang, pada saat yang sama membawa perhatian pada normalisasi budaya pemerkosaan di sekolah. Dia menyerukan segera reformasi untukmengatasi budaya pelecehan seksual yang meracuni di sekolah.

Tetapi selain dukungan, Ain telah mengalami tanggapan negatif media sosial, banyak dari mereka cabul, sementara kritikus mengatakan tanggapan resmi mengecewakan. "Kami yang berbicara, kami dihukum," katanya. Setelah video TikTok nya viral, Ain berhenti bersekolah di Puncak Alam, di pinggiran Kuala Lumpur. Ia takut akan keselamatannya hanya diancam akan dikeluarkan.

“Ada banyak anak anak seusia saya dan aktivis yang lebih banyak menyebarkan kesadaran tentang isu isu semacam ini,” kata Ain. Tapi "benar benar mengejutkan saya bahwa pejabat sebenarnya, orang orang yang berkuasa, mereka tidak peduli tentang itu", katanya. Kementerian Pendidikan mendukung sebuah surat yang mengancam akan mengeluarkannya dari sekolah. Menurut kementerian, surat itu dilayangkan karena Ain tidak muncul dalam jangka waktu tertentu.

Sejauh ini, sejumlah tindakan sedang berlangsung. Aparat kepolisian melakukan penyelidikan dan guru, yang bercanda soal pemerkosaan itu, telah dipindahkan dari sekolah saat penyelidikan sedang berlangsung. Dalam pernyataan sebelumnya tentang insiden itu, kementerian bersikeras bahwa pihaknya "memprioritaskan keselamatan dan kesejahteraan siswa, serta seluruh komunitas sekolah". Ain percaya bahwa pengalamannya, meskipun terkadang menimbulkan trauma, dapat mendorong orang lain untuk berbicara dan mengarah pada perubahan yang lebih baik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top